Hary Tanoe Mangkir Dari Panggilan Kejagung

     Berita Terbaru - Hary Tanoesoedibyo yang sebagai pemilik MNC Group, mangkir dari panggilan penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) untuk diperiksa sebagai saksi dugaan korupsi PT Mobile8 Telecom.

     Direktur Penyidikan (Dirdik) pada JAM Pidsus bernama Warih Sadono kepada wartawan BeritaJitu mengatakan, ketidakhadiran Hary Tanoe disampaikan oleh pengacara lewat surat.

     Kejaksaan Agung sebelumnya menegaskan, bahwa perkara PT Mobile8 Telecom bukanlah kasus pajak, melainkan murni tindak pidana korupsi, sehingga akan menerbitkan kembali surat perintah penyidikan (sprindik) kasus tersebut. Sprindik baru itu untuk dua orang tersangka yaitu, Komisaris PT Bhakti Investama Hary Djaja dan mantan Direktur Mobile8 Telecom bernama Anthony Candra.

     Permohonan praperadilan yang diajukan oleh kedua tersangka ini kepada PN Jaksel terkait penetapan tersangka untuk segera dikabulkan. Dalam keputusan praperadilan itu, hakim tunggal juga memerintahkan untuk menghentikan penyidikan kasus itu karena kasusnya lebih mengarah ke penyidik pajak. Sedangkan, PT Mobile8 Telecom diduga telah melakukan manipulasi atas transaksi penjualan produk telekomunikasi di antaranya telepon seluler dan pulsa kepada distributor di Surabaya PT DNK senilai Rp 80 miliar selama tahun 2007 hingga 2009.

     Pada bulan Desember 2007 yang lalu, Mobile 8 Telecom telah melakukan dua kali transfer uang masing-masing senilai Rp 50 miliar dan Rp 30 miliar. Untuk mengemas terjadinya transaksi perdagangan antara pihak PT Mobile 8, invoice dan faktur yang sebelumnya dibuatkan oleh "purchase order" yang seolah-olah terdapat pemesanan barang dari PT DNK, yang faktanya PT DNK tidak pernah menerima barang dari PT Mobile 8 Telecom.

     Pada pertengahan 2008, PT DNK kembali menerima faktur pajak dari PT Mobile 8 Telecom dengan nilai total Rp114.986.400.000. Padahal PT DNK tidak pernah bertransaksi uang sebesar itu, tidak pernah menerima barang dan bahkan tidak pernah melakukan pembayaran.

     Oleh sebab itu, maka diduga faktur pajak yang diterbitkan seolah-olah ada transaksi-transaksi antara PT Mobile 8 Telecom dengan PT DNK, yang digunakan oleh PT Mobile 8 Telecom untuk pengajuan kelebihan pembayaran (restitusi pajak) kepada kantor Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Surabaya, supaya masuk ke dalam bursa di Jakarta.

(Baca Berita Nasional : Ini Komentar Kuasa Hukum yang Katanya Buni Yani Tak Bersalah)

     Kemudian pada tahun 2009, PT Mobile 8 Telecom menerima pembayaran restitusi sebesar Rp10.748.156.345, yang seharusnya perusahaan tersebut tidak berhak menerima pembayaran pajak tersebut.